Apa yang akan saya lakukan ketika sudah diterima di MTI? Pertanyaan ini yang sudah saya
pikirkan jawabannya bahkan sebelum PPAB MTI 2012 namun memang masih dalam tekstur
yang kasar karena secara pandangan organisasi belum mengetahui betul karakter
dan tujuan dari MTI itu sendiri. Setelah mengikuti PPAB MTI 2012 sampai
interaksi keempat khususnya saat mentoring kelompok dan mendapatkan sebuah buku
penunjang kurang lebih saya bisa menyusun kembali hal-hal yang akan saya lakukan
agar menjadi lebih jelas untuk dilakukan. MTI sendiri ternyata memiliki beragam
divisi yang bernaung di dalamnya, terdapat sedikitnya dua divisi dan beberapa
acara yang diselenggarakan MTI yang sangat saya minati.
Bidang yang
pertama saya minati adalah bidang pengabdian masyarakat tepatnya divisi
Community Development. Pada awalnya kira-kira saat pertama kali matrikulasi
tahun 2011, saya pernah mendengar tentang kegiatan pengabdian masyarakat yang
dilakukan oleh MTI. Ketika itu kakak senior TI dari angkatan 2008 mewakili
KM-ITB yang memberikan garis besar bagaimana pengabdian masyarakat yang
dilakukan oleh massa himpunan ITB kepada masyarakat. Kebetulan kakak TI
tersebut memberikan gambaran tentang pengabdian masyarakat yang dilakukan oleh
keprofesian TI dan MRI dalam wadah MTI sebagai himpunan. Secara garis besar
yang saya ingat, saya itu kakak TI tersebut bercerita bahwa MTI melakukan
kegiatan pengabdian masyarakat ke sebuah desa (saya lupa namanya), disana MTI
concern pada kegiatan peternakan yang dilakukan oleh sebagian besar penduduk
desa tersebut. Kegiatan pengabdian masyarakat itu melakukan berbagai bantuan
secara operasional maupun analisis bagaiman agar hasil ternak yang dihasilkan
dari masing-masing peternakan di desa tersebut mencapai hasil yang maksimal.
Dari situ saya sangat tertarik dengan bidang pengabdian masyarakat di MTI dan
saat itu saya berjanji dalam hati saya bahwa saya harus masuk bidang tersebut
saat saya diterima di MTI.
Saya juga
sering berpikir hal apalagi yang bisa dilakukan dengan keprofesian TI-MRI
kepada masyarakat khususnya masyarakat desa. Saya sangat tertarik untuk
membantu masyarakat desa yang menggantungkan hidupnya pada hasil perkebunan di
daerah Lembang dan sekitarnya. Alasannya mungkin karena saya pribadi sering
bersepeda ke daerah-daerah tersebut dan saya melihat sendiri secara potensi lahannya
sendiri masih banyak yang terbengkalai, mungkin seharusnya masyarakat sekitar
dapat memanfaatkannya untuk penanaman sayuran atau buah-buahan sehingga minimal
suplai sayuran dan buah-buahan di kota Bandung sendiri dapat terpenuhi. Potensi
ini saya lihat diluar dari banyaknya intrik-intrik beberapa individu/golongan
yang memang sudah kita ketahui.
Lebih
lanjutnya lagi, beberapa tahun yang lalu saya pernah mengunjungi seorang
kerabat dari orang tua saya di daerah Lembang yang kebetulan kerabat ayah saya
ini seorang pengusaha sayuran dan buah-buahan di Lembang. Saya perhatikan bahwa
ternyata di desa tersebut bisa dibilang hanya kerabat ayah saya tersebut yang
menjadi seorang pengusaha sayuran dan buah-buahan, hampir seluruh masyarakat
desa tersebut yang pekerjaannya berkaitan dengan perkebunan ternyata hanya bekerja sebagai
pegawai di perkebunan yang dimiliki oleh kerabat ayah saya tersebut. Padahal
beberapa kali saya melihat, lagi-lagi lahan yang terbengkalai dan tidak ada
papan pemberitahuan kepemilikan. Lahan-lahan tersebut kemungkinan besar memang
milik masyarakat desa secara kolektif. Disini dapat saya tarik kesimpulan bahwa
seharusnya tidak terjadi sentralisasi usaha bahkan untuk skala pedesaan
sekalipun, ditambah lagi ternyata terdapat lahan-lahan kosong yang bisa
dimanfaatkan warga desa untuk setidaknya membangun beberapa usaha perkebunan
lagi agar di desa tersebut persebaran usaha perkebunan menjadi lebih merata dan
menjadi lebih merata kesejahteraan masyarakatnya.
Mungkin
hal-hal tersebut belum saya buktikan secara detail karena saya juga hanya
melihat secara kasar dan sekilas saja. Namun dari situ saya mulai menyadari
bagaimana dan apa yang kira-kira harus saya pribadi pikirkan dan lakukan di bidang
pengabdian masyarakat divisi community development bila saya diterima di MTI.
Selain itu, didalam buku penunjang juga sudah tertulis agenda rutin MTI yaitu
MTI Kembang Desa yang makin memperkuat keinginan saya untuk berkarya bagi
masyarakat dalam wadah MTI di divisi community development.
Bidang kedua
yang saya minati adalah bidang Keprofesian dan Pengembangan Minat di MTI. Dari bidang
KPM ini saya lebih prefer untuk berkarya di divisi MTI-C (Consulting). Pertama
saya mendengar divisi ini dari Ka Gusti (TI’10) saat mentoring PPAB hari
pertama. Ka Gusti menceritakan bahwa divisi ini tujuannya adalah memberikan
konsultasi kepada UKM-UKM yang ada disekitar ITB khususnya tentang bagaimana
pengelolaan uang dari masing-masing UKM tersebut agar meminimalisasi kekeliruan
dalam perjalananan usahanya. Selain itu ka Gusti mengatakan bahwa MTI-C juga
memiliki misi untuk memberikan arahan-arahan tentang pengelolaan usaha
masing-masing UKM yang basis ilmunya dari keprofesian TI-MRI itu sendiri.
Saya pribadi
langsung tertarik untuk bergabung nantinya di divisi MTI-C. Lagi-lagi saya akan
memaparkan dari kehidupan sekitar saya pribadi. Saya sendiri memiliki kerabat
dekat yang merupakan saudara dari orang tua saya yang tempat tinggalnya tidak
jauh dari rumah saya. Kerabat saya tersebut membuka warung barang-barang
kebutuhan sehari-hari yang memiliki skala kecil – menengah. Saya melihat
langsung bahwa kerabat saya ini memiliki pengelolaan keuangan yang kurang
memadai sehingga terkadang merasa bingung dengan aliran uang penjualan –
pembelian yang sudah dilakukan karena memang tidak berpatokan pada waktu baku
seperti perminggu atau perbulan. Alhamdulillah, saya sudah memberi sedikit yang
saya tahu mengenai masalah ini agar uang yang mengalir dari warung tersebut
dapat dipertanggungjawabkan pada anggota keluarga yang lain secara jelas.
Permasalahan
tersebut merupakan yang pertama, yang kedua adalah mengenai masalah warung yang
hanya menjadi “senjata” untuk bertahan hidup bukan berkembang hidup. Semisal seperti
ini, bila ditentukan waktu baku evaluasi keuangannya adalah perminggu. Dalam satu
minggu misalkan mengeluarkan modal untuk barang-barang jualan sebesar satu juta
rupiah dan total penjualan dalam satu minggu tersebut adalah sebesar 1,4 juta
rupiah. Maka untung untung penghidupan anggota keluarga adalah 400 ribu rupiah.
Angka-angka untung tersebut selalu stagnan alias mentok. Mungkin bila bisa
diibaratkan angka-angka keuntungan tersebut dari waktu ke waktu seharusnya bisa
bertambah. Bagaimana caranya? Dengan sedikit ekspansi modal, hal yang paling
sederhana adalah mungkin dengan sedikit memberikan pengeluaran pada pembuatan
spanduk di warung tersebut. Seperti contohnya pembuatan spanduk “Warung si Bude”.
Hal-hal tersebut bisa memberikan sugesti pada orang-orang diluar konsumen agar
membeli keperluan sehari-hari di warung tersebut dan memberikan lebih banyak
konsumen tetap kepada warung tersebut. Usaha tersebut sedang saya usahakan juga
untuk membantu warung kerabat saya agar segera direalisasikan karena memang hal
tersebut cukup sederhana untuk dilakukan namun bisa memberikan potensi lebih
untuk menarik lebih banyak konsumen tetap.
Permasalahan
diatas merupakan sebuah perwujudan bahwa ada sesuatu yang memang harus dibantu
dan diselesaikan oleh saya pribadi. Apabila saya bergabung dengan MTI-C itu
akan membantu saya pribadi dengan ide-ide baru yang dapat membantu perkembangan
UKM-UKM sekitar kampus dan saya juga siap untuk menyumbang ide-ide saya untuk
tujuan yang sama.
Sekian saja
sedikit tulisan dari saya mengenai hal-hal apa saja yang akan saya lakukan bila
diterima di MTI. Semoga bisa diambil pelajaran maupun menjadi inspirasi untuk
saya pribadi maupun untuk pembaca sekalian. Terima Kasih.